Kuasa Hukum PT Toshida Indonesia Klarifikasi Terkait Pernyataan Fajar YR Soal Polemik Tambang Di Koltim - jejakkontri

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Sabtu, 25 Oktober 2025

Kuasa Hukum PT Toshida Indonesia Klarifikasi Terkait Pernyataan Fajar YR Soal Polemik Tambang Di Koltim

Asdin Surya, SH (Kuasa Hukum PT Toshida Indonesia)

JK. KOLAKA - Kuasa Hukum PT Toshida Indonesia, Asdin Surya, S.H., memberikan penjelasan resmi terkait pemberitaan yang menyebut bahwa Fajar YR, bagian Operasional Excellence, dianggap ingkar dari ucapannya dalam polemik tambang di Desa Taore, Kolaka Timur.


Benar bahwa Fajar YR sempat menyampaikan kesediaan untuk menghentikan sementara aktivitas di area ±13 hektar pada rapat tanggal 15 Oktober 2025. Namun pernyataan itu lahir sebagai bentuk itikad baik untuk menjaga dinamika rapat agar kondusif, bukan pengakuan kewenangan Pemda Koltim. Hal tersebut lebih merupakan kompromi diplomatis agar forum tetap berjalan damai, bukan keputusan hukum yang mengikat.


Ia menambahkan, setelah mempelajari aturan, posisi hukum PT Toshida jelas.


Berdasarkan UU Minerba 2020 dan UU Pemda 2014, kewenangan menghentikan atau mencabut IUP ada di Kementerian ESDM, sebagian pada Pemerintah Provinsi, bukan di kabupaten.


Artinya, perubahan sikap Toshida bukan ingkar janji, tapi bentuk penyesuaian pada norma hukum.


Selain itu, Pemda Koltim dalam pertemuan juga menyinggung soal Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Asdin, dua hal ini sering dipahami keliru.


“DBH bukan kewajiban yang dibayar langsung ke kabupaten. Mekanismenya jelas: perusahaan setor PNBP, royalti, dan pajak ke kas negara. Dari situ, Kementerian Keuangan yang menyalurkan DBH ke daerah. Jadi kalau ada anggapan Toshida wajib bayar langsung ke Pemda Koltim, itu tidak sesuai aturan,” tegas Asdin Surya, Sabtu (25/10/2025).


Soal PAD, Asdin juga mengingatkan bahwa perusahaan tidak bisa diwajibkan setor PAD langsung ke daerah tanpa adanya Peraturan Daerah (Perda) yang sah dan sejalan dengan aturan di atasnya. 


“Kalau dipaksakan, justru bisa menimbulkan pelanggaran hukum dan pelanggan tata kelola keuangan daerah,” tambahnya.


Untuk mencegah salah paham berulang, Asdin menyarankan Pemda Koltim melakukan studi banding ke Pemda Kolaka atau daerah lain yang lebih berpengalaman. 


Lewat studi banding itu, Pemda Koltim bisa melihat bagaimana prosedur SOP akses tambang dijalankan, bagaimana DBH diatur pusat, soal PAD dan bagaimana koordinasi pemerintah daerah dilakukan tanpa keluar dari koridor hukum.


Lebih jauh, PT Toshida Indonesia juga mendukung langkah Pemda Koltim membentuk tim terpadu untuk menangani polemik tambang Taore. 


“Kami setuju dengan gagasan tim terpadu, supaya semua urusan diatur lebih terarah, ada kepastian hukum, dan iklim investasi tetap berjalan kondusif,” kata Asdin. (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad